Secara yuridis buruh/tenaga kerja memang bebas memilih dan menentukan nasibnya, bebas memilih dan menentukan pekerjaan yang disukainya. Hal ini dapat dipahami karena prinsip di negara kita adalah “tidak seorangpun boleh diperbudak, diperulur dan diperhamba”. Perbudakan dan perhambaan merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia.
Namun secara sosiologis/kemasyarakatan buruh/tenaga kerja merupa-kan orang yang tidak bebas, karena ia terpaksa bekerja dan mengikuti majikannya/pengusahanya di mana ia berada. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia merupakan tenaga kerja yang tidak mempunyai bekal hidup yang berupa keahlian dan ketrampilan, selain tenaganya. Majikan/pengusaha yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja bahkan dapat dikatakan pengusahalah yang menentukan hidup dan matinya tenaga kerja.
Dalam prakteknya baik secara jasmaniah dan rohaniah tenaga kerja merupakan pihak yang tidak bebas. Untuk melindungi tenaga kerja yang demikian tadi ada perlindungan yang diterapkan dengan cara :
- Menetapkan peraturan dari penguasa/pemerintah yang bersifat heteronoom.
- Menetapkan peraturan yang dibuat oleh pengusaha bersama- sama dengan Serikat Pekerja yang disebut Perjanjian Kerja Bersama/PKB.
- Menetapkan peraturan yang dibuat oleh pengusaha yang disebut peraturan perusahaan yang bersifat otonoom.
Dalam hal ini peraturan jenis kedua dan ketiga tidak boleh bertentangan dengan jenis pertama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sifat hukum ketenaga-kerjaan adalah :
- Melindungi pihak yang lemah dan menempatkan mereka pada kedudukan yang layak bagi kemanusiaan.
- Untuk mendapatkan keadaan sosial dalam lapangan perburuhan atau ketenagakerjaan yang pelaksanaannya diselenggarakan dengan jalan melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan pengusaha yang tidak terbatas.
Bila diikuti sistem Belanda, di negara tersebut hukum perburuhan/ ketenagakerjaan dahulu dijadikan bagian dari hukum perdata, dan secara tradisional hukum perburuhan/ketenagakerjaan selalu digolongkan pada hukum sipil. Gagasan ini berasal dari zaman di mana dianggap bahwa buruh/ tenaga kerja dan majikan/pengusaha bebas mengadakan perjanjian kerja satu dengan yang lainnya (Pasal 1338 KUH. Perdata) dan Pemerintah dilarang mencampuri kemerdekaan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Namun perkembangan teknologi dalam bidang produksi telah memaksa pemerintah untuk terus menerus mencampuri urusan perburuhan/ketenaga-kerjaan dan ada kalanya demi kepentingan umum dan ada kalanya untuk kepentingan buruh/tenaga kerja itu sendiri yang selalu berada dalam posisi yang lemah.
Dalam kenyataannya sifat sipil makin menyempit dan sifat publik makin meluas dalam bidang ketenagakerjaan. Oleh karena itu dalam kurikulum Fakultas Hukum dewasa ini hukum perburuhan/ketenagakerjaan dimasukkan ke dalam Jurusan Hukum Administrasi Negara (HAN) walaupun pada beberapa Fakultas Hukum di Indonesia ada yang dimasukkan pada Jurusan Hukum Perdata atau Jurusan Hukum Tata Negara.
Semoga Bermanfaat...
Admin : Putri Silfia Dewi, SH
Web Blog : Gerozha