Sejarah Hukum Ketenagakerjaan di Zaman Perbudakan

Hukum Ketenagakerjaan di Zaman Perbudakan
Zaman perbudakan adalah zaman dimana orang melakukan pekerjaan di bawah peimpinan orang lain. Ciri yang menonjol adalah buruh/tenaga kerja tidak mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya juga ditentukan oleh tuannya. Yang dipunyai hanya kewajiban bekerja dan mengikuti perintah dan petunjuk tuannya. 

Yang sangat menyedihkan pada saat itu adalah belum ada peraturan dari pemerintah yang menetapkan bahwa pemeliharaan budak menjadi kewajiban pemiliknya. Baru pada Tahun 1817 Pemerintah Hindia Belanda mengatur mengenai perbudakan dengan menetapkan peraturan-peraturan sebagai berikut :
  • Mengadakan larangan memasukkan budak-budak ke pulau Jawa.
  • Harus diadakan pendaftaran budak.
  • Mengadakan pajak atas pemilikan budak.
  • Melarang pengangkutan budak yang masih anak-anak.
  • Mengadakan peraturan tentang pendaftaran anak budak.
Kenyataannya, kelima peraturan tersebut diatas belum dapat merubah nasib para budak. Pada tahun 1825 diadakan perbaikan peraturan yang diharapkan dapat merubah nasib para budak tersbut yang intinya adalah : “bahwa hubungan pemilik dan budak tidak terletak pada baik buruknya perlakuan pemilik budak, tetapi terletak pada hekekat hukum perburuhan itu sendiri, yaitu mendudukan mereka pada kedudukan yang merdeka secara yuridis, sosiologis dan ekonomis”.

Secara Yuridis berarti : budak menjalankan kewajiban dan diberi haknya sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada. Sedangkan secara sosiologis berarti : hak dan kewajiban yang diterapkan tersebut diakui dalam masyarakat. Secara ekonomis berarti : hak yang diberikan pada budak tersebut mendapatkan imbalan yang cukup baginya.

Pada zaman pemerintahan Raffles antara tahun 1818 sampai dengan 1825, ia berusaha memperbaiki nasib para budak dengan mendirikan lembaga yang bernama “Java Bnevolent Institution”. Maksud baik Raffles ini ditentang pemilik budak yang berpendirian bahwa : “penghapusan perbudakan merupakan pelanggaran terhadap hak para pemilik budak”. Pendapat ini dapat mengesampingkan pendapat pihak lain, yang berbunyi : “perbudakan adalah kezaliman yang besar terhadap kemanusiaan, merendahkan manusia menjadi barang milik”.

Pada tahun 1854 perbudakan mulai dikikis dan pada tahun 1860 tepatnya 1 Januari 1860 perbudakan di Indonesia dihapuskan, namun tidak berarti perbudakan hapus sama sekali, karena perbudakan dari segi mental tetap masih ada.

Di luar pulau Jawa perbudakan disebut perhambaan (Sumatra) dan peruluran (Pulau Banda).
  • Perhambaan/ pandelingschap yaitu memberikan piutang/gadai pada seseorang, dan bila tidak dapat mengembalikan, maka sipenerima gadai harus bekerja pada pemberi gadai sampai hutang dan bunganya terlunasi. Orang yang diberi gadai tadi diperlakukan sebagai hamba, maka terwujudlah perhambaan.
  • Peruluran terjadi di pulau Banda yang terkenal sebagai pulau penghasil rempah-rempah. Tanah di pulau tersebut dikuasai oleh penduduk asli, kemudian Gubernur Jendral Hindia Belanda mengambil alih, pemilik tanah di pulau tersebut banyak yang dibunuh. Tanah yang dikuasai di bagikan pada pegawai kompeni dan disuruh menanami rempah-rempah. Tanah yang dikerjakan pegawai kompeni tersebut terkenal dengan nama Perk, dan orang yang mengerjakan disebut Perkenier.
Terikatnya pegawai kompeni untuk menanami rempah- rempah di pulau Banda itu disebut Peruluran.

Semoga Bermanfaat...
Admin : Andini Purnama Sari, SH



Previous
Next Post »